MAKALAH
“PEMBAWAAN VERSUS LINGKUNGAN”
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah pengantar
pendidikan
Disusun Oleh:
Kelompok 1
Citra Rasmita H0418311
Mutiara
Sabar H0418008
Nurlaeni H0418306
Megawati H0418303
Hamsah H0418308
Sarfina H0416505
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
SULAWESI BARAT
2019
KATA
PENGANTAR
Segala
puji bagi Allah SWT yang telah memberikan penulis beribu-ribu nikmat sehingga
makalah ini dapat terselesaikan, salam dan taslim semoga tetap tercurahkan
kepada baginda nabi besar Muhammad SAW, nabi yang telah mengobarkan bendera
kebenaran di muka bumi ini.
Adapun tujuan penulisan makalah mata
kuliah pengantar pendidikan “Pembawaan
Versus Lingkungan” yaitu memenuhi tugas
mata kuliah pengantar pendidikan dan dapat berguna dalam menambah bacaan dan wawasan.
Dengan
terselesaikannya makalah ini karena adanya bantuan dari pihak-pihak tertentu,
maka dari itu penyusun mengucapkan
terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada :
1. Dr.
H. Muh. Jamil Barambangi, M.Pd. Selaku dosen
pengampuh mata kuliah pengantar pendidikan.
2.
Rekan-rekan kelompok 1 yang ikut bekerja
sama dengan penulis dalam mencari materi.
3. Semua pihak yang telah membantu dalam
penulisan makalah, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Penulis sadar dalam makalah ini masih
terdapat banyak kekurangan
karena kekurangan yang dimiliki penulis, maka dari itu penulis meminta saran
yang bijak dan membangun dari pembaca guna adanya peningkatan di penulisan
makalah yang akan datang, dan mohon maaf atas segala kekurangannya.
Majene, 18 Desember 2019
Kelompok I
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR
ISI ......................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang............................................................................ 1
B. Rumusan
Masalah ..................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan
…………...................................................... 2
D. Manfaat
Penulisan ……………….………….…………………… 2
BAB
II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembawaan……………………................................ 3
B. Pengertian Lingkungan…………..……….…………................... 5
C.
Pembawaan dan
Lingkungan dalam Pendidikan…..………….….. 6
BAB
III PENUTUP
A. Simpulan.................................................................................... 12
B. Saran.......................................................................................... 12
DAFTAR
PUSTAKA……………………………………………………. 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pada
dasarnya ciri-ciri pembawaan manusia yang essensial dari berbagai
“ras” dan kelompok “etnis” adalah sama, tetapi sifat-sifat spesifik yang
disembunyikannya pada masing-masing individu sangat bervariasi, setiap individu
pada saat konsepsi menerima warisan genetik dari kedua orang tuanya yang akan
memberikan potensi bagi perkembangan dan tingkah laku sepanjang hidupnya.
Warisan genetik manusia yang khas adalah otaknya yang jauh lebih mampu dari
spesies lainnya. Otak mampu menghasilkan suatu jaringan komunikasi yang luar
biasa, disertai kemampuan dalam mengintegrasikan dan menyimpan
pengalaman-pengalaman baru, melakukan penalaran, membayangkan dan melakukan
pemecahan suatu masalah.
Seperti
halnya dengan sifat-sifat konstitutional yang lain, setiap individu juga
berbeda taraf kecerdasannya. Melalui perbedaan konstitutional ini tampaknya
pembawaan merupakan faktor penting yang memberi kelengkapan dasar pada individu
untuk berkembang, akan tetapi pembentukan potensi yang sama dengan menyangkut
persepsi, perasaan perpikir, bertindak tergantung pula pada
lingkungan fisis dan lingkungan sosio-kultural.
Lingkungan sosio-kultural merupakan faktor yang sangat
berperan dalam pembentukan tingkah laku manusia, setiap lingkungan
sosio-kultural pada dasarnya heterogen, terdiri dari sub budaya
yang masing-masing mempunyai ciri dan sosialisasi yang khusus bagi anggotanya.
Tetapi perkembangan manusia itu
bukan hasil belaka dari pembawaannya dan lingkungannya. Manusia itu tidak hanya
diperkembangkan tetapi ia memperkembangkan dirinya sendiri. Manusia adalah
makhluk. Proses perkembangan manusia tidak hanya oleh faktor pembawaan
yang telah ada pada orang itu dan faktor lingkungannya yang mempengaruhi orang
itu. Aktivitas manusia itu sendiri dalam pekembangannya turut
menentukan atau memainkan peranan juga.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan
pembawaan?
2. Apa yang dimaksud dengan
lingkungan?
3. Bagaimana pembawaan dan
lingkungan dalam pendidikan?
C. Tujuan
Penulisan
1. Guna
mengetahui pengertian pembawaan.
2. Guna
mengetahui pengertian lingkungan.
3. Guna
mengetahui arti pembawaan dan lingkungan dalam pendidikan.
D. Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis : Makalah ini dapat dijadikan
sebagai bahan ajar untuk tenaga pendidik dalam mengajar, maupun untuk dijadikan
sebagai penambah wawasan peserta didik.
2. Manfaat Praktis : Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas
kelompok dari mata kuliah pengantar pendidikan pada program studi Pendidikan Fisika
di Universitas Sulawesi Barat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pembawaan
Pembawaan ialah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang
terdapat dalam suatu individu dan yang selama masa perkembangan benar-benar
dapat diwujudkan (direalisasikan).
Pembawaan tersebut berupa sifat, ciri, dan kesanggupan yang biasa bersifat
fisik atau bisa juga yang bersifat psikis (kejiwaan). Warna rambut, bentuk
mata, dan kemampuan berjalan adalah contoh sifat, ciri, dan kesanggupan yang
bersifat fisik. Sedangkan sifat malas, lekas marah, dan kemampuan memahami
sesuatu dengan cepat adalah sifat-sifat psikis yang mungkin berasal dari
pembawaan. Pembawaan yang bermacam-macam itu tidak berdiri sendiri-sendiri,
yang satu terlepas dari yang lain. Seluruh pembawaan yang terdapat dalam diri
seseorang merupakan keseluruhan yang erat hubungannya satu sama lain; yang satu
menentukan, mempengaruhi, menguatkan atau melemahkan yang lain. Manusia tidak
dilahirkan dengan membawa sifat-sifat pembawaan yang masing-masing berdiri
sendiri-sendiri, tetapi merupakan struktur pembawaan. Struktur pembawaan itu
menentukan apakah yang mungkin terjadi pada seseorang.
Demikianlah, kita dapat mengatakan bahwa anak atau manusia itu sejak
dilahirkan telah mempunyai kesanggupan untuk dapat berjalan, potensi untuk
berkata-kata dan lain-lain.
Kesanggupan-kesanggupan itu sendiri sebenarnya sudah ada dalam pembawaan,
tidak dapat amat-amati. Hanya dengan memperhatikan prestasi-prestasi,
bentuk-bentuk wataknya, dan tingkah laku suatu individu sajalah kita dapat
mengambil kesimpulan tentang suatu pembawaan tertentu yang ada pada individu
itu.
Itulah sebabnya maka dalam kehidupan sehari-hari kebanyakan orang
mengartikan pembawaan itu ialah kesanggupan-kesanggupan untuk mencapai prestasi
yang tinggi(actual ability) saja. Seorang anak dikatakan mempunyai pembawaan
ilmu pasti, jika ia telah menunjukkan kesanggupan-kesanggupan yang nyata dalam
ilmu pasti dan melebihi anak-anak yang lain. Kemampuan khusus yang sampai
mencapai prestasi yang tinggi biasa disebut berbakat atau bakat khusus.
Sehingga ada yang dinamai bakat matematika, bakat seni, bakat menggambar dan
seterusnya semua itu mengacu pada kemampuan yang paling tinggi atau mencapai
prestasi yang tinggi.
Pembawaan atau bakatnya terkandung dalam sel benih(kiemcel) yaitu
keseluruhan kemungkinan yang tertentu oleh keturunan. Inilah yang dalam arti
terbatas kita namakan pembawaan(aanleg).
Struktur
Pembawaan
Disamping kita memahami bahwa pembawaan yang
bermacam-macam yang ada pada anak itu tidak dapat kita amati, jadi belum dapat
dilihat sebelum pembawaan itu menyatakan diri dalam perwujudannya (dari
potential ability menjadi actual ability), kita hendaklah selalu ingat bahwa
sifat-sifat dalam pembawaan (potensi-potensi) itu seperti : potensi untuk belajar
ilmu pasti, berkata-kata, intelijensi yang baik dan lain-lain merupakan
struktur pembawaan anak-anak.
Perlu pula kiranya kita singgung sedikit
beberapa macam pembawaan berikut :
1) Pembawaan jenis
Tiap-tiap manusia
biasa diwaktu lainnya telah memiliki pembawaan jenis, yaitu jenis manusia.
Bentuk badannya, anggota-anggota tubuhnya, intelijensinya, ingatannya dan
sebagainya semua itu menunjukkan ciri-ciri yang khas, dan berbeda dengan
jenis-jenis makhluk lain.
2) Pembawaan Ras
Dalam jenis manusia
pada umumnya masih terdapat lagi bermacam-macam perbedaan yang juga termasuk
pembawaan keturunan, yaitu pembawaan keturunan mengenai ras.
3) Pembawaan Jenis Kelamin
Setiap manusia yang
normal sejak lahir telah membawa pembawaan jenis kelamin masing-masing.
4) Pembawaan Perseorangan
Kecuali
pembawaan-pembawaan terebut diatas, tiap orang sendiri-sendiri (individu)
memiliki pembawaan yang bersifat individual (pembawaan perseorangan) yang
tipikal, banyak ditentukan oleh keturunan ialah pembawaan ras, pembawaan jenis
dan pembawaan kelamin.
B. Pengertian Lingkungan
Lingkungan dalam pengertian umum, berarti situasi di sekitar kita. Dalam
lapangan pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali yaitu segala sesuatu yang
berada di luar diri anak, dalam alam semesta ini.
Lingkungan ini mengitari manusia sejak manusia dilahirkan sampai dengan
meninggalnya. Antara lingkungan dan manusia ada pengaruh yang timbah balik,
artinya lingkungan mempengaruhu manusia, dan sebaliknya, manusia juga
mempengaruhi lingkungan di sekitarnya.
Lingkungan tempat anak mendapatkan pendidikan disebut dengan lingkungan
pendidikan. Agar tidak menimbulkan salah pengertian, lingkungan sering pula
disebut sebagai faktor dalam. Lingkungan sering pula disebut dengan milieu,
envioronment.
Secara umum fungsi lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik
dalam interaksi dengan berbagai lingkungan sekitarnya, utamanaya berbagai
sumber daya pendidikan yang tersedia, agar dapat mencapai tujuan pendidikan
yang optimal.
Lingkungan sekitar dalam konteks pendidikan yang dikutip dari Ngalim
membagi lingkungan menjadi tiga yaitu sebagai berikut:
1) lingkungan alam
atau luar (external or physical environment), ialah segala sesuatu yang
ada di dunia ini, selain manusia.
2) lingkungan dalam (internal
environment), ialah segala sesuatu yang telah masuk ke dalam diri kita,
yang dapat mempengaruhi pertumbuhan fisik kita, misalnya makanan yang telah
diserap pembuluh-pembuluh darah dalam tubuh.
3) lingkungan social (social
environment), ialah semua orang atau manusia lain yang mempengaruhi kita.
C. Pembawaan dan
Lingkungan dalam Pendidikan
Teori-teori Pembawaan dan Lingkungan dalam Pendidikan
1.Empirisme
Empirisme adalah suatu
aliran atau paham yang menganggap bahwa segala kecakapan dan pengetahuan
manusia timbul dari pengalaman (empiri) yang masuk melalui indera, Menurut
penganut aliran ini, pengalaman yang diperoleh anak dalam kehidupan sehari-hari
terdiri dari stimulan-stimulan dari alam bebas dan yang diciptakan oleh orang dewasa
dalam bentuk program pendidikan. Jadi, yang menentukan perkembangan anak
(manusia) adalah semata mata faktor eksternal (lingkungan).
John Locke (1632-1714
M), salah seorang tokoh aliran emprisme, terkenal dengan Teori Tabularasanya.
Menurut teori ini, anak yang baru dilahirkan dapat diumpamakan sebagai kertas
putih bersih yang belum ditulisi (a sheet of white paper avoid of all
characters). Artinya bahwa anak sejak lahir tidak mempunyai pembawaan apa-apa
(netral), tidak punya kecenderungan untuk menjadi baik atau menjadi buruk.
Dengan demikian anak dapat dibentuk sekehendak pendidiknya. Dengan kata lain,
hanya pendidikan (atau lingkungan) yang berperan atas pembentukan anak.
Pengaruh aliran ini
tampak juga pada salah satu mazhab psikologi yang disebut sebagai behaviorisme
(aliran tingkah laku). Para tokoh aliran ini, seperti Thorndike, I. Pavlov,
J.B. Watson, dan F. Skinner berpendapat bahwa manusia adalah makhluk yang pasif
dan dapat dimanipulasi, umpama melalui modifikasi tingkah laku. Mereka
memandang manusia sebagaimakhluk reaktif (tidak aktif). Manusia hanyalah objek,
benda hidup yang hanya dapat memberi respons kepada perangsang yang berasal
dari lingkungannya. Jadi dalam hubungannya dengan lingkungan, seseorang hanya
dapat bersifat autoplastis, tidak dapat bersifat alloplastis.
Dengan demikian empirisme berpandangan bahwa
pendidik memegang peranan yang sangat menentukan dalam proses pendidikan.
Pendidiklah yang menyediakan lingkungan pendidikan kepada anak didik dan akan
diterima oleh anak sebagai pengalaman-pengalaman. Kemudian dari
pengalaman-pengalaman akan dapat terbentuk susunan kebiasaan yang membentuk
pribadi seseorang.
2. Nativisme
Sebagai reaksi
terhadap empirisme, muncul nativisme. Istilah nativisme berasal dari kata
nativus (latin) yang berarti karena kelahiran. Aliran nativisme berpendapat
bahwa tiap-tiap anak dilahirkan dengan membawa sejumlah potensi (pembawaan)
yang akan berkembang sendiri menurut arahnya masing-masing. Bagi nativisme,
lingkungan sekitar tidak ada artinya, sebab lingkungan tidak akan berdaya dalam
mempengaruhi perkembangan anak. Tokoh nativisme, Schopenhauer (1788-1860)
berpendapat bahwa bayi lahir beserta pembawaannya, baik atau buruk. Seorang
anak yang mempunyai pembawaan baik, maka dia akan menjadi baik. Sebaliknya,
kalau anak mempunyai pembawaan buruk, maka dia akan tumbuh menjadi anak yang
jahat. Pembawaan-pembawaan itu tidak akan dapat diubah oleh kekuatan luar
(lingkungan).
Dengan demikian dapat
dipahami bahwa aliran ini berpandangan bahwa keberhasilan pendidikan ditentukan
oleh hal-hal yang bersifat internalpada anak didik sendiri. Dengan kata lain,
hasil akhir pendidikan ditentukan oleh pembawaan yang sudah dibawa sejak lahir.
Pendidikan yang tidak sesuai dengan pembawaan atau bakat anak didik tidak akan
berguna untuk perkembangan anak tersebut. Oleh karena itu, pendidikan
sebenarnya tidak diperlukan, dan inilah yang disebut sebagai pesimisme
pedagogis.
3. Naturalisme
Pandangan yang mirip
dengan pandangan nativisme dikemukakan oleh para penganut paham naturalisme.
Sesuai dengan akar kata naturalisme, yakni nature ‘alam’ atau ‘apa yang dibawa
sejak lahir’, aliran ini berpandangan bahwa seorang anak telah mempunyai
pembawaan sejak lahir.
Meskipun kedua aliran
sepakat dalam hal adanya pembawaan pada manusia, namun J.J. Rousseau
(1712—1778) (tokoh utama naturalisme), berbeda pendapat dengan Schopenhauer
(nativisme) tentang pembawaan tersebut. Schopenhauer berpendapat bahwa bayi
lahir dengan dua kemungkinan pembawaan, yakni baik atau buruk, sedangkan
Rosseau menyatakan bahwa semua anak yang baru dilahirkan hanya mempunyai pembawaan
baik.
Kalau dalam hal
keberadaan pembawaan manusia pandangan antara naturalisme dengan nativisme ada
kesamaan, maka dalam hal besarnya peranan lingkungan dalam mempengaruhi
perkembangan anak, justru pandangan naturalisme memiliki unsur kesamaan dengan
empirisme. Hal ini dapat dilihat dalam pernyataan J.J. Rousseau bahwa “semua
anak adalah baik pada waktu baru datang dari Sang Pencipta, tetapi semua
menjadi rusak di tangan manusia”.
Jadi, walaupun manusia
lahir dengan potensi pembawaan baik, tetapi bagaimana hasil perkembangannya
kemudian sangat ditentukan oleh pendidikan yang diterimanya atau yang
mempengaruhinya. Jika pengaruh itubaik, akan menjadi baiklah ia, tetapi
bilamana pengaruh itu jelek akan jelek pula hasilnya.
Dengan berasumsi pada
teori di atas, maka dalam hal pendidikan Rosseau berpendapat bahwa pendidikan
yang diberikan orang dewasa malahan dapat merusak pembawaan anak yang baik itu.
Karena pendapat inilah maka naturalisme juga disebut sebagai negativisme.
Mereka berpandangan bahwa pendidik wajib membiarkan pertumbuhan anak pada alam,
inilah yang disebut sebagai “pendidikan alam”. Dengan pendidikan alam, anak
dibiarkan berkembang menurut alam (nature)-nya, manusia atau masyarakat jangan
mencampurinya agar pembawaan yang baik itu tidak menjadi rusak oleh tangan
manusia melalui proses dan kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh manusia.
Dengan demikian dapat
dipahami bahwa naturalisme, sebagaimana nativisme, tidak menganggap perlu diadakannya
pendidikan (oleh manusia) bagi manusia. Bahkan dengan anggapan bahwa pendidikan
dapat merusak pembawaan baik anak, naturalisme justru dapat dianggap menentang
pelaksanaan pendidikan yang dilakukan oleh manusia.
4. Hukum Konvergensi
Nyatalah kedua
pendirian yang baru ditemukan itu kedua-duanya ekstrim, tdak dapat
dipertahankan. Karena itu adalah sudah sewajarnya kalau diusahakan adanya
pendirian yang dapat mengatasi keberatsebelahan itu. Paham dianggap dapat
mengatasi keberatsebelahan itu ialah paham Konvergensi, yang biasanya dianggap
dirumusan secara baik untuk pertama kalinya oleh W. Stern.
Paham Konvergensi in
berpendapat, bahwa di dalam perembangan individu itu baik dasar atau pembawaan
maupun lingkungan memankan peranan penting. Bakat sebagai kemungkinan telah ada
pada masing-masing individu; Akan tetapi bakat yang sudah tersedia itu perlu
menemukan lingkungan yang sesuai supaya dapat berkembang. Misalnya : Tiap anak
manusia yang normal mempunyai bakat untuk berdiri tegak di atas kedua kaki;
Akan tetapi bakat ini tidak akan menjadi actual(menjadi kenyataan) jika
sekiranya anak manusia itu tidak hidup dalam lingkungan masyarakat manusia.
Anak yang semenjak kecilnya diasuh oleh serigala tak akan dapat berdiri tegak
di atas dua kakinya ; mungkin dia kan berjalan di atas tangan dan kakinya( jadi
seperti serigala). Di samping bakat sebagai kemungkinan yang harus di jawab
dengan lingkungan yang sesuai, perlu pula dipertimbangkan soal kematangan(
readiness). Bakat yang sudah ada sebagai kemungkinan kalau mendapat pengaruh
lingkungan yang serasi, belum tentu dapat berkembang, kecuali kalau bakat itu
memang sudah matang. Misalnya saja anak yang normal umur enam bulan, walaupun
hidup di tengah-tengah manusia-manusia lain, tak akan dapat berjalan karena
belum matang. Dewasa ini sebagian besar dari para ahli mengikuti konsepsi ini,
dengan variasi yang bermacam-macam, ada yang pratiknya menganggap bahwa yang
lebih dominan itu dasar, yaitu ahli-ahli psikologi konstitusional; adapula yang
menganggap yang lebih dominant itu lingkungan. Kelompok yang kedu pada dewasa
ini lebih banyak pengikut-pengikutnya terutama di Inggris dan Amerika Serikat.
Salah satu tokoh yang cukup populer yang mengikuti pendirian yang semacam
dikemukakan paling akhir itu ialah Alfred Adler. Adler dengan
pengikut-pengikutnya misalnya telah mengadakan studi yang mendalam mengenai
sifat-sifat has anak dalam hubungan dengan kedudukanya dalam struktur keluarga:
seperti misalnya anak sulung, anak bungsu, anak tunggal, anak yang semua
saudaranya berlainan jenis dengan dia sendiri, dan sebagainya; mereka itu
menunjukkan sifat-sifat yang khas bukan karena keturunan tetapi justru karena
kedudukan mereka dalam struktur keluarga yang khas, yang menyebabkan adanya
sikap yang khas dari orang-orang tua mereka serta anggota-anggota keluarga yang
lain yang lebih dewasa. Juga mereka beranggapan bahwa kemiripan –kemiripan yang
ada antara anak-anak dengan orang tua mereka tidaklah berakar pada dasar atau
keturunan. Melainkan berakar pada lingkungan, yaitu peniruan; dalam
perkembangannya anak meniru orang-orang yang lebih dewasa, dank arena
pergaulannya terutama dengan orang tuanya, maka yang dijadikan obyek atau model
peniruan adalah terutama orang tuanya.
5. Tut Wuri Handayani
Istilah tut wuri
handayani berasal dari bahasa Jawa. Tut wuri berarti mengikuti dari belakang
dan Handayani berarti mendorong, memotivasi, atau membangkitkan semangat. Tut
wuri handayani pada awalnya merupakan inti salah satu dari “Asas 1922”, yakni
tujuh buah asas dari Perguruan Taman Siswa (didirikan pada tanggal 3 Juli 1922
oleh Ki Hadjar Dewantoro). Asas pertama Perguruan Taman Siswa menegaskan bahwa
setiap orang mempunyai hak mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam perikehidupan umum. Asas inilah yang mendorong Taman Siswa
untuk mengganti sistem pendidikan cara lama yangmenggunakan perintah, paksaan,
dan hukuman dengan sistem khas Taman Siswa yang didasarkan pada perkembangan
kodrati. Dari asas ini pulalah lahir sistem Among, di mana guru memperoleh
sebutan pamong, yaitu sebagai pemimpin yang berdiri di belakang dengan semboyan
tut wuri handayani, yaitu tetap mempengaruhi dengan memberi kesempatan kepada
anak didik untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri, diperintah,
dan dipaksa. Pamong hanya wajib menyingkirkan segala sesuatu yang merintangi
jalannya anak serta hanya bertindak aktif dan mencampuri tingkah laku atau
perbuatan anak apabila mereka sendiri tidak dapat menghindarkan diri dari
berbagai rintangan atau ancaman keselamatan atau gerak majunya. Jadi, sistem
Among adalah cara pendidikan yang dipakai dengan maksud mewajibkan pada guru
supaya memperhatikan dan mementingkan kodrat-iradat para siswa dengan tidak
melupakan segala keadaan yang mengelilinginya.
Dengan
menyimak uraian di atas, dapat dipahami bahwa konsep pendidikan Ki Hadjar
Dewantoro ini mengakui adanya bakat, pembawaan, ataupun potensi-potensi yang
ada pada anak sejak dilahirkan. Potensi-potensi tersebut saling mempengaruhi
dengan lingkungan dalam proses perkembangan anak. Purwanto menyatakan bahwa
kalau dibandingkan dengan aliran-aliran pendidikan yang berkembang di Barat,
tut wuri handayani lebih mirip dengan aliran konvergensi dari William Stern.
Penganut aliran ini berpandangan bahwa perkembangan anak (manusia) ditentukan
oleh proses interaksi antara pembawaan anak dengan lingkungan, termasuk
pendidikan, yang mempengaruhi anak dalam perkembangannya.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
1.
Pembawaan
adalah seluruh kemungkinan atau kesanggupan (potensi) yang terdapat pada suatu
individu dan yang selama masa perkembangan benar benar dapat diwujudkan atau
direalisasikan. Sedangkan lingkungan dalam pengertian umum, berarti situasi di
sekitar kita. Dalam lapangan pendidikan, arti lingkungan itu luas sekali yaitu
segala sesuatu yang berada di luar diri anak, dalam alam semesta ini.
2.
Pembawaan
dan keturunan memiliki hubungan yang penting dalam pendidikan. Pembawaan dan
lingkungan menjadi modal dasar yang harus dikembangkan dalam pendidikan. Dengan
demikian pendidikan akan memaksimalkan segala potensi yang dimiliki individu
dengan memberikan pendidikan yang baik agar pembawaan dan lingkungan tersebut
berkembang secara maksimal dan baik.
3.
Teori-teori yang berkaitan dengan
pembawaan dam lingkungan antara lain : empirisme, nativisme, naturalisme, hukum konvergensi, dan tut wuri
handayani.
B.
Saran
Sebagai
calon guru atau guru harus mampu mengetahui psikologi anak didiknya, tahu akan
sifat-sifat anak didiknya yang mungkin pengaruh dari pembawaan (hereditas) nya
atau karena pengaruh lingkungan (evironment). Agar proses belajar mengajar
dapat berjalan secara optimal sehingga tujuan dari pendidikan dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Sukajadi,Afrial.2012.Pembawaan dan Lingkungan.http://afrijalsukajadi.blogspot.com/2012/04/makalah-pembawaan dan-lingkungan.html. Diakses
pada tanggal 18 Desember 2019 Pukul 16.05
Uknown.2012.PsikologiPendidikan http://fhujiviolet.blogspot.com/2012/09/psikologi-pendidikan.html . Diakses
pada tanggal 18 Desember 2019 Pukul 16.20
Muftahurrohman.2012. Pembawaan Keturunan dan Lingkungan Dalam Perspektif Islam http://muhfathurrohman.wordpress.com/2012/10/12/pembawaan-keturunan-dan-lingkungan-dalam-perspektif-islam/. Diakses
pada tanggal 18 Desember 2019 Pukul
16.25
Tidak ada komentar:
Posting Komentar